Monday 23 March 2009

CELAH by Teater Tangga

Menjadi filmmaker adalah mimpi saya. Tapi belajar tidak runut itu menurutku fatal.

Setelah menjalani kuliah di jrusan Komunikasi di UMY saya merasa proses belajar terutama praktiknya lambat banget. Teman saya satu angkatan yg kuliah di Akindo, mereka sudah praktik dengan peralatan yang dipinjami kampus. Juga teman lain di Komunikasi UPN. Saya, masih harus meunggu sampai semester 5. Gila!

Saya akan pindah ke IKJ atau ke Akindo, tapi ibu saya bilang, tidak perlu. Yaudah, aku mau kursus film. Bertemu lah dengan Art Film School (AFiS). Berjalan beberapa bulan, saya mulai paham tentang membuat film. Tapi yang janggal adalah, saya melewati satu proses dari film making, yaitu berteater. Pada saat itu juga saya langsung berhenti dan masuk ke UKM Teater di kampus saya, Teater Tangga. Dan mulailah perjalanan itu...


Cerita tentang pertunjukan Celah bisa teman2 baca di sini:



5 welcome & joy!: March 2009 Menjadi filmmaker adalah mimpi saya. Tapi belajar tidak runut itu menurutku fatal. Setelah menjalani kuliah di jrusan Komunikasi di UMY saya...

Thursday 12 March 2009

SKJ '94 - Skutermatik

Suatu malam Adit (Aditya Tetrarosa-Sutradara) menghubungi saya dan meminta saya untuk menjadi asisten sutradara satu (bagian penjadwalan). Kontan saya langsung menjawab, "iya!". Besoknya kami langsung bertemu di sebuah cafe di bagian utara Jogja dengan agenda rapat produksi. Seiring waktu berjalan, ternyata hari itu adalah H-3 sebelum produksi dimulai.
 
Judul: Skutermatik | Band: SKJ '94 | Zeorsith Pictures | 2009
 
Gila! Hampir bisa gila saya! dengan kapasitas saya seperti ini dan masuk dalam tim yang sudah mantep di bidangnya masing-masing. Tidak perlu diragukan lagi bagaimana tim Zerosith beserta karya-karyanya bekerja. Di samping cepat, pasti presisi juga. Sedangkan saya?  Mahasiswa tengah tahun yang melarikan diri dari hiruk-pikuk kampus dan dipercayai untuk menjadi bagian dalam tim tersebut. Sungguh sesuatu yang sangat tidak ternilai jika disandingkan dengan selembar ijazah kelak.

"Tengs, Dit. Elu udah percaya gue".
5 welcome & joy!: March 2009 Suatu malam Adit (Aditya Tetrarosa-Sutradara) menghubungi saya dan meminta saya untuk menjadi asisten sutradara satu (bagian penjadwalan). K...

Wednesday 11 March 2009

INGINKU [cerpen]

-->
INGINKU
Suara ayam jago berkumandang, menandakan pagi sudah tiba, udara yang sejuk seakan menyelimutiku dalam tidur lelap.
“srek…srek…srek”
ibu yang sedang menyapu halaman rumah.
Tak henti-hentinya suara itu terulang memasuki dan memecahkan gendang telingaku.
“Adi….bangun….!”
Ibu dengan lantangnya memanggilku
“cepat bangun dan shalatlah…!”
dengan masih berkerudungkan sarung kuberjalan menuju kolah yang terletak di luar dan sedikit ke utara dari rumahku
       “Ayo cepat keluar dan teruskan pekerjaan Ibu..!”
adikku yang paling kecil sudah tidak sabar untuk diantarkan ke sekolah. Aku 3 bersaudara, adikku yang pertama sudah berangkat pagi-pagi sekali kerena dia ada jadwal piket yang dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
”Iya….Bu, sebentar aku kesana”.
Setelah ku selesai melanjutkan pekerjaan Ibu, ku langsung mandi dan berangkat sekolah dengan menunggu bapak, karena sekolahku tidak jauh dari tempat bapakku bekerja. Dengan motor peninggalan kakekku aku dibonceng.
“Senangnya bisa melanjutkan sekolah….”
Karena tak jarang para pekerja yang dipecat karena keteledoran yang kurasa bisa segera diperbaiki. Tempat bapakku di PHK di kantornya yang terletak di kota. Hingga keluarga ku hijrah ke kampung halaman, dan adik-adikku yang lainnya pun bisa melanjutkan sekolahnya lagi.
Suasana yang nyaman membuat ku dan keluargaku menjadi lebih baik, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Di sekolah yang baru pun aku merasa senang sekali, tapi ada yang membuat hatiku menjadi tidak senang. Rendahnya pendidikan yang diterapkan di desa, tapi aku sudah yakin bahwa seperti itulah yang sudah pas untuk diterapkan di desa.
Setiap hari aktifitasku tidak ada yang berubah, bangun pagi, membantu Ibu, dan bonceng bapak ketikaku berangkat dan pulang dari sekolah. Suatu waktu , ketika aku sepulang sekolah ,
“pak, nanti aku dibelikan sepeda yah?”.
Dengan nada memelas, ku berbicara pada bapak, agar bapak dapat membelikanku sepeda. Ternyata tanggapan bapak tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Bapak malah menertawakanku,
“ha..ha..ha…, lah wong kamu naik sepeda saja belum bisa, kok minta dibelikan sepeda….ha…!”.
aku hanya kesal sekali mendengar tanggapan bapak yang seperti itu.
“aku sudah besar, aku tidak perlu lagi untuk diantar jemput oleh bapak untuk sekolah!”.
Malam ini yang kurasa aneh sekali, aku tidak bisa tidur, aku terus membayangkan, betapa asyiknya mengendarai sepeda.
“krik..krik…krik…”
suara jangkrik itu seakan memberi semangatku untuk berbuat sesuatu. Aku terbangun dan langsung menghampiri Ibu yang sedang menyiapkan pakaian bapak untuk ke kantor besok pagi.
“Adi, kamu kok belum tidur?”,
ibu terkejut melihatku keluar kamar. Aku merasa bimbang dan sedikit takut, aku takut tanggapan ibu sama seperti bapak kemarin
“Bu, ..aku mau nanya, aku sudah besarkan Bu?”.
Dengan sedikit terbata-bata, terlontarlah pertanyaan itu. Dan kuharapkan semoga tanggapannya tidak seperti bapakku lagi. Lain Ibuku pun menanggapinya,
“memangnya ada apa toh Di, kok kamu terlihat sedih?”,
Aku menjawab dengan sedikit rasa takut yang menghantuiku, karena sekali lagi aku tidak mau mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh bapak kemarin teulang lagi
“nggak…Bu, tadi aku bilang sama bapak, kalau aku minta dibelikan sepeda!”.
Malam berikutnya aku tidak sengaja mendengar pembicaraan antara nenek dengan Ibu dari balik pintu, karna malam itu aku tidak dapat tidur lagi.
“Bu, ..si Adi minta dibelikan sepeda, padahal kamikan baru saja pindah rumah?”.
Nenek yang hanya terlihat tenang mencoba memberikan solusi atas masalah itu, karna nenek dalam keluarga sangat terkenal bijaksananya. Waktu permasalahan tanah sengketa pun nenek yang menyelsaikannya.
”Wi…. Suamimu baru saja di PHK, dan baru saja mendapatkan pekerjaan, untuk mengumpulkan uang sebanyak itu butuh waktu yang cukup lama!”.
Pagi harinya aku dibangunkan oleh Sari, adikku yang baru sekolah kelas 3, dan setiap hari selalu diantar ke sekolah oleh Ibu,
“Mas,…..bangun, cepat shalat dan menyapu halaman rumah, bangun ya Mas….!”.
dengan sedikit ngantuk dan masih berkerudungkan sarung seperti biasanya, karena rumahku yang didesa udaranya sejuk sekali, aku pun perlu beradaptasi, tidak seperti Pak Karjo yang selalu menggunakan kaos oblong ketika dia berolah raga pagi setiap harinya.
“Di…Ibu ngantar adikmu dulu, kalau sudah selsai shalat jangan lupa menyapu halaman!”.
Berkali-kali kata-kata itu menyerangku setiap pagi, hingga aku merasa bosan untuk mendengarnya lagi, tapi itu adalah perintah ibu, jadi mau tidak mau aku harus melaksanakannya.
“iya…Bu!”.
Aku langsung membangunkan bapak untuk segera bersiap-siap ke kantor, lalu aku bonceng deh, karena kantor bapakku sejalan dengan sekolahku dan tidak terlalu jauh jaraknya. Lalu, berangkatlah aku dengan masih menyimpan rasa kesal pada bapak, atas perkataannya kemarin.
Setiap pelajaran yang kuhadapi hari itu cukup sulit untuk kuterima, apa karna keadaanku yang sedang kacau akibat memikirkan sepeda yang ku impikan terus atau yang lainnya. Mungkin ibu guru melihatku cukup aneh pada hari itu.
“Adi, kenapa akhir-akhir ini kamu sering sekali terlihat malas, tidak seperti hari-hari biasanya ketika kamu awal masuk kesekolah ini, kamu begitu semangatnya untuk belajar?”,
ibu menegur aku di kelas, tidak seperti hari-hari sebelumnya, ternyata Ibu selama ini memperhatikanku juga toh, tapi, tidak, itu memang sudah kewajiban seorang pengajar yang selalu memperhatikan siswa didiknya.
“nggak ada apa-apa kok Bu..?”
dengan sedikit kaget aku menjawab pertanyaan ibu guru. Lalu aku ceritakan semua tentang keadaanku sekarang kepada ibu guru dan aku berharap semoga ibu bisa membantuku dalam masalah ini, dan mengerti dengan keadaanku sekarang. Tanpa terasa waktu istirahat pun tiba,
“Di….kantin yuk….?”
Budi, seorang teman yang tinggalnya bersebelahan dengan kebun tempatku bermain. Lalu Mengajakku ke kantin untuk beristirahat, padahal aku masih asyik ngobrol dengan ibu guru. Lalu ku putuskan untuk beristirahat dulu,
“Bu, terima kasih, aku ingin istirahat dulu!”,
ibu menjawab tanpa basa basi lagi,
“ya sudah, kamu istirahat dulu sana, supaya kamu jadi semangat lagi!”
Aku langsung diajak oleh mas Agung, sepulang aku sekolah. Mas Agung itu adik ibuku sendiri, untuk mengantar mengambil barang pesanan pelanggannya di desa sebelah, karna mas Agung ini seorang pengusaha kerajinan tangan (handicraft ) di desaku. Sudah berapa banyak barang yang dipesan keluar negeri, karna orang luar negeri merasa unik dan indah melihat barang-barang hasil karya bangsa kita, apalagi di luar sanakan jarang sekali barang-barang seperti itu dijual kalau pun ada pasti sangat langka dan harganya pun cukup mahal. Ditengah perjalan menuju tempat yang ingin dituju aku melihat sepeda yang selama ini kudambakan,
“Wah, …bagus sekali sepeda itu, seandainya aku sekarang sudah memilikinya”
Semenjak kejadian itu aku langsung teringat perkataan bapakku yang membuatku jadi tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Aku tiba di tempat yang aku dan mas Agung tuju, ternyata disana barang-barang yang dihasilkan indah-indah dan unik semua.
“Pantas, penjualannya hingga ke luar negri, kualitas barang-barangnya juga baik sekali!”
seakan telah melupakan sepeda yang membuatku jadi sedikit kacau. Pekerja-pekerjanya pun keliatan serius sekali dalam mengerjakan tugasnya masing-masing. Sama halnya dengan para pekerja mas Agung. Setelah semua barang yang dibutuhkan sudah masuk kedalam mobil aku, mas Agung dan seorang sopir angkutnya mas Agung langsung pulang.
Dalam perjalanan pulang tiba-tiba aku mendapatkan sebuah ide guna mendapatkan uang untuk membeli sebuah barang yang aku impikan tanpa harus membebani kedua orangtuaku, yaitu dengan cara aku membuat sebuah komik,
“kenapa aku baru kepikiran ya? Apa gara-gara aku melihat kerajinan mas Agung, atau yang lainnya?”
karna dahulu waktu aku masih sekolah di kota aku mendapatkan pelajaran menggambar yang lebih dan ditambah lagi mamang ku seorang pelukis. Lalu aku mencoba untuk membuat gambar, beberapa kali aku mencoba hasilnya tidak ada yang nyambung, tapi aku terus mencoba dibarengi dengan seringnya aku bertanya pada mamangku yang jago lukis itu, kebetulan dia sedang pulang kampung, karna dia sedang cuti istrinya sedang hamil dan ingin melahirkan. Dari mamangku banyak sudah pelajaran yang dapat ku ambil untuk melanjutkan niat ku tadi yaitu untuk mendapatkan sepeda yang kudambakan dengan tidak membebani kedua orang tuaku.
“dalam belajar menggambar kamu harus serius dan tidak manja, nanti kamu pasti bisa!”
itu salah satu pesan mamangku, yang membuat aku jadi tambah semangat.
2 minggu sudah aku terus berlatih untuk menggambar dan menyusunnya kedalam satu cerita, tanggapan teman-temannku pun menyenangkan hatiku.
“gambar mu bagus juga yah, ceritamu juga lucu-lucu….!”.
dari tanggapan teman yang seperti itu aku baru berani untuk menawarkan komik buatanku sendiri.
“ayo komik….komik…bukan sekedar obat batuk, tapi juga obat stress!”.
Ibuku bertanya-tanya atas sikapku yang seakan-akan tidak sedih lagi, padahal setahu ibuku kemarin aku kan ngmbek-ngambek minta dibelikan sepeda, tapi sekarang kok tidak. Memang, aku tidak memberitahu ibu atas pekerjaanku sekarang, walaupun masih terbilang anak-anak tapi aku yakin kalo apapun yang dilakkan dengan serius pasti akan berbuah keberhasilan. Tidak terasa sudah banyak teman sekelasku yang membeli komik buatanku.
“sekarang, gimana yah caranya supaya kelas yang lain juga dapat tertarik dengan komik buatanku ini, jadi tidak hanya kelasku saja?”
aku akan Tanya masalah ini pada mamangku. Ku yakin pasti dia pernah merasakan ini juga. Malam harinya aku izin pada ibu, kalau aku ingin berkunjung ketempat mamang Agus.
“Bu, aku ingin main ketempat mang Agus?”.
“ya sudah sana tapi ingat, jangan malam-malam, karna besok kamu sekolah”.
Ibu selalu memingatkan kalau seklah paling utama, baru yang lainnya.
”iya, Bu..”.
Setelah menempuh perjalan yang kuran lebih 2 menit, aku tiba di rumah mamangku tadi, dan kebetulan dia sedang ada di rumah. Setelah bertemu langsung saja aku Tanya pada mamangku.
“Mang, bagaimana sih caranya kelas lain bisa sama senangnya ketika membaca komik buatanku, karna kelasku sendiri sudah hamper semua membeli komik buatanku, dan aku ingin kelas lain juga bisa sama?”
tanpa basa-basi ia langsung bercerita tentang pengalamannya dalam melukis, karna antara komik dan lukis itu ada terdapat satu kesamaan yaitu pada penuangan ide.
“dulu saya juga pernah punya pikiran seperti kamu, ketika lukisan yang saya buat, kok hanya teman-temanku saja yang bisa menikmati? Saya banyak mencoba untuk merubah warna pada gambar, atau kita menggambar tokoh lain yang kira-kira lebih menarik dari sebelumnya. Nah seperti itulah kira-kira caranya!”.
Tak kusangka ternyata keturunan mamang saya juga ada pada diri saya, setelah itu aku langsung mencoba dan menawarkannya langsung pada kakak kelas dan adik kelasku, tapi sama seperti sebelumnya, itu tidak langsung diterima dengan baik, pasti ada saja batu ganjalannya. Disitu aku tidak langsung menyerah, aku selalu ingata perkataan mamang ku
“dalam belajar menggambar kamu harus serius dan tidak manja, nanti kamu pasti bisa!”,
kata itu yang selalu membuatku menjadi semangat lagi untuk meneruskan niatku.
“ayo Pak kita berangkat, pak kok uang jajan Adi di kurangi sih sama ibu?”.
Bapakku merasa bingung, karna hari itu aku membawa tas yang terlihat cukup besar. Karna hari itu aku akan mulai menawarkan komik yang sudah kuperbaharui, dari pada yang kemarin.
“kamu bawa apa toh Di?”,
“aku bawa buku kok Pak!”,
“buku, tapi kok banyak banget bukunya, tidak seperti biasanya, bukannya pelajaran anak SD tidak sebanyak itu, kaya orang kerja saja!”.
Dalam hati aku tersenyum geli melihat keheranan bapak seperti tadi. Ditengah perjalanan aku ditanya lagi oleh bapak mengenai keinginanku untuk mempunyai sepeda.
“Di, kamu masih ingin sepeda atau tidak?”
yang kulihat wajah bapak tidak serius, aku takut bapak malah meledek aku lagi.
“tidak pak!”,
dengan lantang aku menjawab pertanyaan bapakku tadi,seakan aku juga meledek bapak. Ternyata sesuai dengan bayanganku, kalo bapak itu sedang bercanda. Di lain waktu ternyata adikku jatuh sakit, dikarnakan sulit sekali untuk makan. Dan terbaring dikamar tidurnya.
Sudah 3 hari adikku tidak sembuh-sembuh, tanpa sepengetahuanku ternyata bapak dan ibu sudah mengumpulkan uang unutk membellikan sepeda yang aku inginkan itu, karna ada masalah itu, jadi duit yang sudah terkumpul tadi digunakan untuk biaya dokter adiku yang sedang sakit tadi.
“gimana ya bu, aku jadi tidak enak sama Adi,?”
“tapi Adi kan belum tahu kalau kita bernuat membelikannya sepeda baru, yang dia tahukan hanya uang jajan selama sebulan ini selalu aku kurangi”.
Bapak merasa serba salah pada Adi, karna dia yakin kalo kita mampu membelikan sepeda untuk Adi.
”aduh sakit, puyeng….puyeng……”,
adikku kesakitan di kamarnya, ibu langsung menghampirinya dan mengelusnya hingga ia tertidur lagi. Sementara Adi sedang sibuk dengan permainannya sendiri, dan sering menitip pada ibu, kalo kepasar Adi selalu titip pensil warna.
“bu, besok jangan lupa yah pensil warnanya?”
sebelum aku tidur aku berpesan pada ibu, karna ibu sering sekali lupa untuk membelikanku barang itu.
2 bulan sudah berlalu, adikku pun sudah seperti biasanya, komikku pun baik hasilnya. Ditengah pembicaraan antara bapak dan ibu, hari itu hari minggu jadi bapak ada dirumah.
“pak, bu aku akan membeli sepeda?”
dengan heran kedua orang tuaku bertanya,
”uang dari mana kamu beli sepeda?”,
karna bapak sudah habis uangnya untuk berobat adikku kemarin.
“aku ada uang sendiri bu, aku sudah lama sekali menabungnya, itu pun dari hasil penjualan komik yang aku buat!”
ku coba meyakinkan kedua orang tuaku. Tanpa sepengetahuanku,
“iya Wi…. Adi sudah lama sekali menjual komik pada teman sekolahnya hingga ia dapat menabung uang sebanyak ini!”
mang Agus tiba-tiba saja dating bagai malaikat penyelamat,
“ah,… seperti cerita di komikku saja!”.
Setelah dirembuk oleh kedua orang tuaku, ternyata uang yang sudah tekumpul belum cukup untuk membeli sepeda yang akku inginkan.
“ayo dong bu, beli sepeda?, bu……………………”,
ibu hanya diam saja, dan yah bingung melihat permasalahan yang tadinya sudah direncanakn sebaik mungkin, tiba-tiba kandas semuanya.
5 welcome & joy!: March 2009 --> INGINKU Suara ayam jago berkumandang, menandakan pagi sudah tiba, udara yang sejuk seakan menyelimutiku dalam tidur lelap...
< >
Rifqi Mansur Maya adalah seorang kreator audio visual dan hal-hal lintas disiplin seni di antaranya. Dalam blog resmi ini, kamu bisa melihat beragam arsip karya yang dikerjakan Rifqi Mansur Maya. Mari bekerjasama...